| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Sunday 23 October 2016

ENSIKLOPEDI NABI (SIRAH NABAWIYAH) KHUSUS ANAK



Nabi Muhammad SAW tak diragukan lagi merupakan sumber inspirasi dan teladan bagi umat Islam di dunia. Namun sayangnya masih banyak muslim yang kurang mengenal betul Rasulullaah Muhammad SAW.

Kebanyakan mereka hanya mengetahui beliau sebagai seorang nabi dan rasul yang wajib diimani oleh muslim semata, namun sedikit yang benar-benar memahami sikap serta perilaku beliau ketika menghadapi masalah sehari-hari.

Padahal, banyak teladan Rasulullah yang dapat membantu umat untuk menjalani hidup dengan cara Islami dalam hubungannya dengan sesama manusia (hablum minannass) dan dengan tuhannya (hablum minallah).

ALLAAH SWT. berfirman,

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) ALLAAH dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut ALLAAH.”
[QS. Al-Ahzab (33): 21]


MENANAMKAN TELADAN MUHAMMAD KEPADA UMAT

Salah satu cara tepat adalah dengan mengenalkan sosok Rasulullah kepada buah hati kita sedini mungkin, yakni sejak kanak-kanak.

Masa ini adalah masa yang paling tepat, karena otak anak merespon dengan baik segala informasi yang ia terima. Anak-anak pun umumnya senang untuk tidak hanya menerima informasi, tapi juga mempraktekan informasi yan ia terima (Eshach & Fried, 2005).

Itu berarti, jika diberikan informasi mengenai akhlak Rasulullah SAW, anak-anak kemungkinan akan mempraktekannya langsung. Hal ini sangat positif untuk membentuk perilaku mereka agar menjadi anak yang shaleh/ shalehah.

Anak yang berakhlak baik dapat membantu orang tuanya mencapai surga, seperti sabda Rasulullah SAW dari Hadist Riwayat Ibn Majah yang artinya:

Sesungguhnya amal dan kebaikan yang terus mengiringi seseorang ketika meninggal dunia adalah

ilmu yang bermanfaat, anak yang dididik agar menjadi orang shaleh, mewakafkan Al-Quran, masjid, membangun tempat penginapan bagi para musafir, membuat irigasi, dan bersedekah.” [HR. Ibn Majah].


MENGAJARKAN AKHLAK PADA ANAK DAN MEMBUAT ANAK TERTARIK PADA SOSOK RASULULLAH MUHAMMAD SAW

Salah satu kesulitan besar saat mengajari sang buah hati adalah anak mudah bosan. Kita perlu menyiasatinya dengan cara pengajaran yang lebih menarik.

Misal dengan memberi buku  yang mempunyai kombinasi warna yang beragam serta disertai banyak gambar. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi untuk membuatnya menyerap beragam ilmu dan teladan yang baik.

Untuk mempermudah para orang tua menumbuhkan kecintaan anak pada sosok Muhammad SAW, kini telah hadir Ensiklopedia Nabi/ Sirah Nabawiyah dari Pustaka Lebah. Didesain khusus untuk anak-anak.

Ensiklopedia lengkap ini berisi perjalanan hidup Nabi Muhammad dari awal hingga akhir, perjuangan beliau, keluarga hingga para penerus kepemimpinan Rasulullah SAW.

BEBERAPA KEUNGGULAN YANG DIMILIKI ENSIKLOPEDI INI:

Desain dalam format komik cerita full colour (penuh warna) yang menarik dengan penggunaan kata yang mudah dipahami oleh anak usia 5-12 tahun.

Disertai contoh penerapan teladan Rasulullah tersebut pada kehidupan sehari-hari masa kini, dalam format komik yang interaktif. 

Terdiri dari 12 buku lengkap mengenai Rasulullah SAW, dengan rincian:

Buku 1  : Masyarakat Jahiliyah
Buku 2  : Masa Kecil
Buku 3  : Masa Remaja

Buku 4  : Orang Terpercaya
Buku 5  : Generasi Pertama
Buku 6  : Dakwah Terbuka

Buku 7  : Hijrah
Buku 8  : Pembebasan Mekkah
Buku 9  : Wafatnya Rasulullah

Buku 10: Keluarga Rasulullah
Buku 11: Teladan Sifat Rasulullah
Buku 12: Penerus Kepemimpinan Rasulullah

Harga asli Ensiklopedi Sirah Nabawiyah lengkap versi anak ini adalah Rp 1.200.000,00. Namun anda bisa mendapatkan potongan harga sebesar Rp 500.000,00

Sehingga anda cukup menyediakan uang investasi bagi masa depan anak dan anda untuk keselamatan dunia sekaligus akhirat ini sebesar Rp 700.000,00 saja!

Wednesday 13 July 2016

ISU GENDER DALAM BUKU SEKOLAH TK PGRI TULUNGAGUNG



Beberapa bulan lalu saya menemukan dan membaca buku TK milik keponakan saya. Bukunya berjudul/ bertujuan melatih kemampuan kognitif anak, penulisnya PGRI TK Tulungagung.

Di buku tersebut terdapat latihan soal untuk dikerjakan anak didik agar memilih dengan mencentang pernyataan-pernyataan yang menunjukkan ciri-ciri fisik, pakaian, aksesoris,

yang menunjukkan bahwa gambar tersebut atau anak dengan ciri seperti disebut ini adalah seorang anak perempuan ataukah anak laki-laki.

Mungkin tujuannya agar anak dapat dengan mudah mengenali dan membedakan mana anak perempuan dan laki-laki dari gambar dan tulisan tersebut.

Jadi guru/ penulis membedakan gender anak perempuan dan laki-laki berdasarkan ciri-ciri berikut:

1. Perempuan digambarkan berambut panjang, sedangkan laki-laki berambut pendek (ciri fisik dan gaya rambut)

2. perempuan digambarkan memakai anting, sedangkan laki-laki tidak memakai anting (aksesoris)

3. perempuan digambarkan memakai atasan kaos dan bawahan rok, sedangkan laki-laki digambarkan memakai kemeja (padahal digambar juga memakai kaos :D) dan menggunakan celana

Di halaman sebelumnya dalam buku tersebut juga membahas gender. Bahkan tanpa penjelasan. Siswa hanya diminta menghitung berapa gambar anak perempuan dan anak laki-laki di soal tersebut.

Pada soal tersebut hanya ada gambar ukuran pas photo/ close up, gambar bagian kepala saja dari dua figur. Yang satu memakai aksesoris tali/ penjepit rambut pada rambutnya, sedangkan yang lainnya memakai topi.

Tentu yang sudah sejak awal dikenalkan tentang “gambaran umum” perempuan dan laki-laki akan berasumsi perempuan adalah yang memakai tali rambut pada rambutnya, sedangkan laki-laki adalah yang memakai topi.

Kalaupun ada yang tidak mengerti dengan soal ini, guru akan mengarahkan untuk menjawab seperti itu bukan?

Jadi sejak kecil (TK) anak-anak telah dicekoki ajaran tentang peran/ ciri-ciri gender menurut mereka para guru TK PGRI Tulungagung ini. Yang diajarkan pada murid ini sesuai dengan pemahaman mereka.

Apakah ada agenda tertentu di balik ajaran ini?

Kemudian saya berfikir, hal ini dapat menjadi awal/ dasar/ benih/ bibit terjadinya bully-ing, pelecehan, dan tindakan diskriminasi berdasarkan kategori gender dari ciri fisik dan penampilan luar tersebut,

yang dilakukan anak ini (keponakan saya misalnya sebagai contoh) kepada temannya atau orang lain yang ditemuinya dan dilihatnya di TV atau media lain. Bisa saat dia masih anak-anak, remaja atau bahkan saat dewasa.

Karena dengan doktrin/ didikan awal sejak pendidikan dini/ TK akan terpatri dalam fikiran/ ingatan anak bahwa perempuan hanya yang berciri seperti yang telah disebut dan digambarkan dalam buku tersebut,

jika seseorang tidak mempunyai ciri-ciri yang sama dengan itu maka orang tersebut bukan perempuan, atau disebut perempuan yang menyimpang atau tidak waras, aneh, tidak umum, dan pandangan buruk lainnya.

Misal perempuan tersebut tidak akan dianggap feminim, atau kelaki-lakian/ menyerupai laki-laki dan menyalahi kodratnya sebagai perempuan, karena dalam agama pun ada dalilnya.

Begitupun dengan laki-laki. Tapi menurut saya ini hanyalah masalah persepsi mereka, lalu kemudian mereka mengkristalkannya menjadi ajaran, inilah ciri-ciri perempuan dan ini ciri laki-laki.

Padahal di setiap negara, bahkan daerah, atau juga lingkup keluarga, ciri-ciri dari perempuan dan laki-laki berbeda-beda, baik dari ciri fisik, gaya rambut, gaya berpakaian, peran dalam keluarga, posisi dalam dunia kerja.

Semua tidak selalu sesuai dengan ciri-ciri yang digambarkan dengan buku tersebut. Sedang anak akan menganggap BENAR yang ada di buku dan diajarkan oleh guru mereka.

Maka untuk seterusnya yang tidak sesuai dengan buku dan guru berati SALAH. Pemahaman dan anggapan seperti akan sangat sulit diluruskan/ dihilangkan.

Jadi menurut saya hal (ciri-ciri) tersebut tidak tepat/ relevan/ valid.

Tidak seharusnya guru menyamaratakan/ megeneralisasikan ciri-ciri perempuan maupun laki-laki dari pernyataan-pernyataan pada soal dalam buku TK tadi.

Karena dalam dunia nyata tidak seperti itu. Dan anak murid TK ini nantinya akan hidup di dunia nyata bukan hanya dunia kecil yang guru dan orang tuanya ciptakan bukan?

Apakah guru-guru tersebut tidak berfikir jauh ke depan apa dampak buruk yang ditimbulkan dari ajaran/ didikan/ doktrin/ pemahaman yang ditanamkan tersebut pada anak kecil/ siswa TK?

Lalu siapa yang salah? Guru yang menyusun soal dalam buku tersebut? PGRI? Kementerian yang membuat kurikulum? Pemerintah yang membiarkan hal ini terjadi? Atau justru saya yang terlalu berlebihan?

Saya tidak berfikir tentang dampak jangka pendek saja tapi juga jangka panjang.

Dengan sistem pendidikan/ kurikulum/ isi ajaran yang seperti itu yang ditanamkan pada anak kecil, belum lagi peran keluarga yang mungkin mengamini ajaran di buku dan dari guru si anak, dan tidak memberi pemahaman yang lebih objektif, logis dan realistis.

Karena orang tua dan anggota keluarga lain juga mendapat pendidikan yang sama ketika mereka kecil. Jadi persepsi orang tua dan guru sejalan dalam hal ini.

Terkadang orang tua selalu mengatakan anak perempuan itu HARUS seperti ini perilakunya, pakaiannya, cara berpenampilan, dan bersikapnya; sedangkan laki-laki itu harus seperti ini (berlawanan dari yang telah disebutkan sebagai ciri perempuan).

Dan kemudian orang tua kadang memarahi anak jika mereka bersikap, berperilaku atau berpenampilan tidak sesuai dengan yang diajarkan (menurut persepsi) orang tua.

Tak jarang pula orang tua, lingkungan sekitar terdekat dengan anak membicarakan (gosip), mengejek, menghina orang yang mempunyai sikap, perilaku dan penampilan yang tidak sejalan dengan persepsi mereka.

Dan semua itu didengar si anak dan mempengaruhi cara berfikirnya kemudian.

Sebenarnya siapapun punya hak mengungkapkan pendapatnya, mempunyai pandangan masing-masing tentang penilaiannya terhadap orang lain terkait gender misalnya,

namun saran saya jangan sampai hal pembicaraan ini didengar anak, yang kemungkinan besar belum mengerti, belum bisa memproses, berfikir dan memilah-milah tentang/ antara anggapan dan kebenaran atau ilmiah.

Jujur, saya pun terkadang masih sering mengeluarkan komentar tak baik jika saya melihat seseorang laki-laki misalnya yang mempunyai ciri-ciri, kepribadian, cara bicara, bersikap, berperilaku dan berpenampilan tidak sesuai dengan tipe ideal saya.

Saya hanya tidak menyukainya, maksud saya, saya mungkin terpengaruh dari penanaman-penanaman nilai yang sebelumnya telah saya dapat ketika kecil

dan saya pun membentuk opini dan persepsi tentang tipe ideal saya, seperti apa laki-laki yang saya sukai atau membuat saya tertarik.

Hal ini wajar, bukan masalah. Masalahnya, saya akhirnya secara spontan, tidak sengaja, dan tidak bermaksud menghina tapi kata-kata yang tidak respek ke luar dari mulut saya tanpa dapat saya kendalikan.

Kemudian sesaat setelah itu saya akan menyesal dan berfikir ulang.

Saya sendiri mungkin bisa dikatakan masuk kategori yang biasa orang-orang katakan perempuan tomboy/ boyish/ kelaki-lakian, apakah mungkin dari penampilan, cara berpakaian, atau mungkin juga dari cara berfikir, sikap dan perilaku.

Dan saya sendiri sangat memahami kenapa bisa seperti ini. Saya mengerti dan tidak menyalahkan diri saya seperti ini, hal ini tidak ada yang salah.

Semua itu bisa terbentuk karena pola asuh orang tua, kondisi keluarga, lingkungan, pendidikan dan sebagainya. Hal itupun dapat terjadi pada laki-laki yang saya sebutkan sebagai contoh tadi.

Meski mungkin orang tersebut ingin berubah misalnya, merubah cara bicaranya, gesturnya, sikap dan cara berfikir serta berperilaku; ini semua akan sulit.

Mungkin jika merubah gaya rambut, penampilan, pakaian tidak akan terlalu sulit. Tapi tetap saja ini semua bukan kesalahan individu tersebut. Dan memang sebenarnya itu bukan kesalahan.

Yang salah adalah cara pandang/ persepsi. Itu awal yang dapat menjadi perdebatan. Semuanya bersumber dari persepsi yang berbeda-beda dalam menilai sesuatu atau seseorang.

Saat ini saya mulai berusaha mengerem (mengendalikan) kebiasaan komentar spontan yang kurang santun tentang laki-laki yang mungkin tidak sesuai dengan tipe ideal/ idaman saya. :D

Kembali pada pemahaman yang salah/ kurang tepat yang telah ditanamkan pada anak sejak masa kanak-kanak akan terbawa terus sampai dewasa/ tua dan sulit untuk menghapus atau merubahnya.

Hal ini menjadi tugas kita yang peduli terkait isu keadilan dan kesetaraan gender dikaitkan/ dihubungkan dengan pendidikan, utamanya pendidikan anak atau usia dini, untuk berusaha meluruskan hal ini, dengan edukasi mungkin.

Saya baru bisa mengkritisi dan menulis postingan ini sebagai salah satu kontribusi dalam mengajak pembaca untuk merenungkan tentang masalah ini;

serta mengajak teman-teman aktivis keadilan dan kesetaraan gender, aktivis pendidikan, utamanya pendidikan anak-anak untuk membicarakan/ mengkaji masalah ini.

Hal ini juga menjadi PR bagi guru-guru khususnya TK,  pemerintah dalam hal ini kementerian, dan pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan masukan saya dan mengkaji ulang isi dari buku, kurikulum dan ajaran yang diajarkan di sekolah.

Orang tua pun dapat turun andil dalam hal ini, saya harap orang tua bisa lebih bijak dalam mendidik anak-anaknya.

Ciri-ciri gender seperti yang diutarakan di buku TK karya PGRI Tulungagung kurang tepat menurut saya.

Karena pemahaman seperti itu akan mempengaruhi cara pandang dan bersikap/ bertingkah laku seseorang, tidak hanya terhadap orang lain namun juga pada diri sendiri.

Dan dampaknya pun dapat menghambat pergaulan/ kehidupan sosial dan karir seseorang.

Semoga keadilan dan kesetaraan gender dapat diterapkan di Indonesia dalam segala bidang serta tidak ada lagi kekerasan berdasarkan gender (Gender-Based Violence) ya...  

Wednesday 1 June 2016

ROHANA KUDUS, TOKOH EMANSIPASI PEREMPUAN & PERINTIS PERS INDONESIA



Rohana hidup pada jaman yang sama dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi.

Kartini hanya berhasil menyampaikan idenya lewat tulisan di surat-suratnya. Sedangkan Rohana sudah melakukan tindakan nyata dengan menjadi jurnalis dan menerbitkan koran-koran.

Rohana bahkan mendirikan sekolah sekaligus mengajar dan berbisnis.

Bagi yang mengerti sejarah dan sepak terjang Rohana mungkin sempat bertanya-tanya mengapa bukan beliau yang dijadikan sebagai ikon ibu emansipasi perempuan namun justru Kartini?


HOME SCHOOLING

Rohana Kudus adalah seorang wartawan inspiratif Indonesia. Beliau adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Terlahir dengan nama Siti Rohana pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera barat. Beliau adalah anak dari pasangan suami istri Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam.

Rohana Kudus adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir (Perdana Menteri Indonesia pertama) dan bibi dari penyair terkenal Chairil Anwar (penyair Pelopor Angkatan 45).

Rohana juga merupakan sepupu dari Agus Salim (Duta Besar RI pertama dan tokoh pelopor home schooling Indonesia).

Rohana sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan formal, pendidikan didapatkannya dari home schooling. Ayahnya sendiri yang mengajari Rohana kecil baca tulis.

Di usia yang masih sangat muda Rohana sudah bisa menulis, membaca, dan menguasai bahasa Belanda. Selain itu beliau juga belajar abjad Arab, Latin dan Arab-Melayu.

Semangat belajar Rohana yang tinggi dan kegemarannya membaca membuatnya cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya.

Ayahnya yang merupakan pegawai pemerintah Belanda adalah seorang pencetus Sekolah Rakyat khusus bagi pribumi di Koto Gadang.

Ketika Mohamad Rasjad Maharadja Soetan, ayah Rohana ditugaskan ke Alahan Panjang; mereka bertetangga dengan pejabat Belanda, yang merupakan atasan ayahnya.

Dari istri pejabat Belanda itulah Rohana belajar menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda.

Beliau juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, pendidikan, dan gaya hidup Eropa.


PENDIDIKAN UNTUK PEREMPUAN

Rohana merupakan perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan.

Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya, Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.

Rohana termasuk perempuan pada jamannya yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan termasuk kesempatan mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus dilawan.

Pada tahun 1908, di usia 24 tahun Rohana menikah dengan Abdul Kudus yang berprofesi sebagai notaris. Dari nama suaminya inilah Rohana mendapatkan nama belakang Kudus.

Suami Rohana sangat mendukung Rohana dalam perjuangannya untuk merubah nasib perempuan terutama dalam hal pendidikan.

Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya setelah kembali ke kampung, Rohana mengundang 60 tokoh masyarakt Koto Gadang dan mempresentasikan ide berdirinya sekolah khusus perempuan.

Para tokoh masyarakat tersebut mengagumi dan menyetujui pendirian sekolah tersebut.

Akhirnya pada tanggal 11 Februari 1911 berdirilah sekolah keterampilan khusus perempuan Sekolah Kerajinan Amai Setia.

Di sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola keuangan, membaca, menulis, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda.

Banyak sekali rintangan yang dihadapi Rohana dalam mewujudkan cita-citanya.

Perjuangannya untuk memajukan kaum perempuan penuh dengan benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang, bahkan fitnahan yang tak kunjung reda.

Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.

Sejak kecil passion mengajar Rohana sudah muncul.
Tahukah anda di usia 8 tahun Rohana sudah mengajar baca tulis pada teman-teman sepermainannya?


PEBISNIS DAN JURNALIS

Selain berkiprah di sekolahnya, Rohana juga menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya.

Selain itu Rohana juga menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memenuhi syarat ekspor.

Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli, yang anggotanya semua perempuan, yang pertama di Minangkabau.

Banyak petinggi Belanda yang kagum pada kemampuan dan dedikasi Rohana. Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda.

Tutur katanya santun dan memiliki wawasan yang luas setara dengan orang yang berpendidikan tinggi. Kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di Belanda.

Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.

Keinginan Rohana berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya dan ditunjang kebiasaannya menulis,

berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan pertama bernama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912.

Surat kabar ini merupakan hasil kerjasama Rohana dengan Dt. St. Maharaja pimpinan surat kabar Utusan Melayu.

Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.

Kisah sukses Rohana di Sekolah Kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama.

Pada tanggal 22 Oktober 1916 seorang siswanya menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan.

Rohana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi dengan didampingi suaminya, seorang yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga.

Hasil persidangan menyatakan tuduhan pada Rohana tidak terbukti dan jabatan di sekolah Amai Setia kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena beliau berniat pindah ke Bukittinggi.


PEMBELAJAR DAN PENGAJAR

Sepanjang hidupnya Rohana menghabiskan waktu dengan belajar dan mengajar. Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama Rohana School.

Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali.

Rohana School sangat terkenal muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga dari daerah lain.

Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting Melayu yang membuat eksistensinya tidak diragukan lagi.

Dengan kepandaian dan kepopulerannya, Rohana mendapat tawaran mengajar di sekolah Dharma Putra. Di sekolah ini muridnya tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki.

Semua guru di sini adalah lulusan sekolah guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal.

Rohana diberi kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda.

Namun Rohana tidak hanya pandai mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik menulis jurnalistik.

Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Rohana memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer.

Karena jiwa bisnisnya kuat, selain belajar membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri.

Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.


PEJUANG NAN PEMBERANI

Rohana terus berjuang merubah pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap pendidikan untuk kaum perempuan, yang menuding perempuan tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah.

“Perputaran jaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya.

Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik.

Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah, yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”. (Rohana Kudus)

Jika diperhatikan, tujuan pemerataan pendidikan untuk sampai pada perempuan yang diharapkan Rohana tersebut, sebenarnya tidak jauh beda dengan cita-cita Kartini.


Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Rohana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.

Rohana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan.

Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan,

yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api. Cara inipun berhasil mengecoh Belanda.

Hingga ajalnya menjemput, Rohana masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana beliau masih mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak.

Bahkan setelah kembali ke Padang, dunia jurnalistik tidak dapat dipisahkan darinya, beliau menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu dan surat kabar Cahaya Sumatera.

Rohana merupakan pemikir kritis dan berani. Beliau menentang keinginan beberapa politikus di MPRS untuk mengangkat presiden Indonesia kala itu, Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Sejarah pun telah mencatat Rohana Kudus dan Rahmah El-Yunusiah sebagai dua perempuan yang membuat presiden pertama RI kewalahan.


PENGHARGAAN

Demikianlah Rohana Kudus menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, perempuan, bisnis, jurnalistik, dan politik.

Jika direnungkan, begitu banyak kiprah yang telah diusung Rohana dan pelajaran yang bisa diambil darinya.

Perempuan teladan yang meninggal dunia pada tanggal 17 Agustus 1972 di Jakarta ini, mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan kaum perempuan yang diperjuangkannya.

Tepat dua tahun setelah kematian Rohana, yaitu tanggal 17 Agustus 1974, Pemerintah Sumatera Barat menyematkan penghargaan Wartawati Pertama Indonesia padanya.

Kemudian pada peringatan Hari Pers Nasional ketiga (9 Februari 1987), Menteri Penerangan Harmoko yang juga mantan wartawan, memberi penghargaan kepada Rohana sebagai Perintis Pers Indonesia.

Terakhir, tahun 2008 Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama kepada Rohana.


Kisah perjuangan Siti Rohana binti Mohamad Rasjad Maharadja Soetan atau lebih dikenal dengan nama Rohana Kudus di atas sangat menginspirasi bukan?

Semoga semakin banyak perempuan Indonesia yang seperti beliau ya... :)





[Referensi: Wikipedia Indonesia, kompasiana.com, dontlookatmebitch.wordpress, dan urangming.wordpress untuk]